Mémoire Bagian 2

Bagian 2


Belitong, Mei 2017

Langit mulai menampakkan gumpalan awan hitam, pertanda bahwa  tak lama lagi hujan akan membasahi bumi dibawahnya. Sungguh sebuah gambaran yang membuat hati dua insan yang duduk berseberangan di dekat pelabuhan semakin gundah. Pasalnya mereka bukanlah sepasang kekasih yang sedang perang dingin ataupun muda-mudi yang kesal karena kalah dalam bermain gundu di gardu. Mereka adalah Aziz dan Arafah  yang tengah dirundung rasa gelisah, bahkan untuk mengutarakan isi dari pikiran  masing-masing saja mereka tidak berani.

“Arafah, tolonglah katakan yang sebenarnya, aku ingin mendengar kebenarannya darimu seorang” Setelah menunggu lama akhirnya Aziz memulai percakapan.

“Apalagi Aziz? Benar-benar aku bingung maksudmu apa?” Sahut Arafah dengan raut muka penuh tanda tanya. 

Sejenak suasana hening, Aziz terdiam berusaha merangkai kata yang dapat diucapkannya, rasanya sulit sekali, lidahnya terasa kelu.

“Aziz ayo katakan maksudmu apa?” Kata Arafah yang mulai tidak sabar lagi. Sepertinya Arafah sendiri bingung kearah mana pembicaraan mereka.

“Kau sudah menerimanya? Betapa beruntungnya orang itu, aku turut berbahagia” Aziz kembali mengatakan hal yang semakin membingungkan lawan bicaranya.

“Aku semakin kesal denganmu, bisakah langsung katakan intinya saja?” Sahut Arafah yang semakin tidak bisa menahan dirinya. “Awalnya aku ingin memberikan ini untukmu sebagai salam perpisahan, tapi aku berubah pikiran lebih baik kuberikan pada orang lain saja” Kata Arafah sambil mengeluarkan sebuah sapu tangan bermotif.

“Akhirnya aku mengetahuinya, baiklah itupun sudah cukup bagiku Arafah.” Hanya itu yang bisa dikatakan Aziz setelahnya.

“Aziz, aku akan pergi ke kota,sebentar lagi amak ku akan menjemputku” Aziz hanya bisa terdiam menanggapinya.

“Ah ada apa dengan Aziz? Anak ini berbicara saja tidak jelas, makin lama makin bingung aku dibuatnya.” Batin Arafah yang sepertinya salah tingkah dan berusaha menutupi raut mukanya senormal mungkin. 

“Aziz kalau tak ada lagi yang ingin dibicarakan lebih baik sampai disini saja, aku pamit, jaga dirimu baik-baik.” Arafah bangkit dari duduknya dan beranjak pergi dari pelabuhan, meninggalkan Aziz yang kini duduk termangu seperti kehilangan nyawa, tangan Arafah menggenggam erat ujung kerudungnya yang sesekali terkibar ditiup oleh angin.


Johannesgasse 28, Vienna, Austria 2025

Sekarang kejadian itu akan terulang lagi, jika saja Aziz tidak beranjak dari tempatnya dan berjalan keseberang sana menghampiri wanita itu untuk memastikan apakah benar itu Arafah atau bukan.

Kaki Aziz terasa berat untuk digerakkan setelah berada beberapa meter dari wanita itu, ya, dia benar, itu Arafah dan sekarang Arafah sendiri menatap Aziz dengan raut muka sama terkejutnya.

“Kau!” Seru mereka berbarengan, salah tingkah mereka rupanya, rona kebahagiaan saling terpancar dari mereka.

“Dengan siapa kau kemari? Arafah dimana keluarga kecilmu?” Kata Aziz mencairkan suasana, yang ditanya memasang raut kebingungan.

“Kau kira aku sudah beranak pinak Aziz? Menikah pun belum.” Balas Arafah yang terkesima dengan penampilan Aziz, badan yang tegap, rupa yang sama namun Arafah sendiri langsung tahu kalau sekarang Aziz merawat dirinya dengan baik, serta dengan pakaian dan pembawaan yang menunjukkan bahwa Aziz sekarang bukan orang sembarangan.

“Lalu bagaimana dengan lamaran seorang pria tempo dulu? Kukira kau akan pergi ke kota karenanya.” Tanya Aziz.

Sejenak Arafah berusaha mencerna kata-kata Aziz, “Oh ahahaha kau ini Aziz, ternyata kau termakan gosip itu juga ya?” Kata Arafah, ia kemudian menghela nafas. 

“Tentang itu bukan aku yang akan dilamar, melainkan sepupuku sendiri, banyak yang mengira bahwa aku yang akan dilamar karena pria itu datang kerumahku untuk menemui pamanku yang kebetulan ada disana waktu itu” Tutur Arafah dengan lugas.

Sekarang, Aziz merasakan gejolak yang entah bagaimana muncul, seperti ada kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya, ah entah apa yang merasuki diri Aziz, namun hal itu ditutupinya dengan sangat rapi.

“Apa yang harus kukatakan Arafah? Ketahuilah setelah kau pergi sore itu, aku bagaikan mayat hidup yang enggan melakukan apa-apa.”

Wanita itu tersenyum hangat sambil berkata “Apa maksudmu? Semenjak pertemuan terakhir kita di Pelabuhan, aku bahkan bertekad untuk tidak menemui pria lain karena aku pikir semua pria sama saja, namun aku masih menantikan kapan kita akan segera berjumpa. Ternyata aku kembali dipertemukan denganmu di sini, hahaha,,,Austria ternyata terlalu kecil untuk kita berdua”. Sontak pernyataan yang keluar dari mulut Arafah membuat Aziz tertegun.

“Astaga Arafah, sampai sekarang kau masih membuat hatiku tidak karuan” Batin Aziz, bagaimana tidak, kini di depannya terpampang dengan jelas seorang wanita yang ia rindukan, dan dengan santainya Arafah mengatakan secara tidak langsung bahwa ia pun juga ingin bertemu dengan Aziz.

“Tapi mengapa kau bisa seperti sekarang? Pasti banyak hal yang telah kau lalui untuk semua ini.” Tanya Arafah sambil menyimpulkan sendiri pendapatnya tentang Aziz.

“Soal itu lain cerita, nanti akan ku jelaskan, dan ketahuilah bahwa engkau juga turut andil dalam hal ini.” Jelas Aziz sambil tersenyum simpul.

“Mari kita duduk disana, akan lebih nyaman jika kita berbincang dengan menikmati semangkuk sorbet, aku ingin tahu bagaimana kabar teman-teman kita yang lain, sudah lama aku tidak bertemu mereka.” Ajak Aziz sembari mengarahkan telunjuk tangannya pada sebuah cafe’ yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

“Iya, ayo kita kesana, aku juga punya banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu, termasuk alasan dari adanya aku disini sekarang.” Kata Arafah dengan semangat.

Kini, Aziz sudah menemukan jawaban dari pertanyaan nya beberapa tahun silam, ini merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa, sekarang ia dipertemukan kembali dengan sosok yang dari dulu dampai sekarang mengisi hatinya, semoga saja ini awal yang baik untuk mempererat hubungan yang bahkan dulu belum sempat secara resmi mereka rangkai bersama, ya setidaknya Aziz tidak akan melewatkan kesempatan kali ini.

Mereka tersenyum dan beranjak memasuki cafe’ tersebut. Bersamaan dengan alunan musik klasik sebagai pemanis pertemuan tak terduga di sore hari itu.


Selesai...


Posting Komentar

0 Komentar